Monday, February 23, 2009
yang "Panjang" Dan "Besar" Tidak Selalu Baik ,,
Pernah dengar ungkapan size doesn’t matter atau ukuran tidak penting? Ungkapan itu didengungkan untuk menyadarkan para suami, juga istri, bahwa ukuran alat vital pria bukan perkara utama. Meski begitu, kebanyakan pria tetap saja menganggap ukuran Mr P (penis) terkait erat dengan kejantanan. Karena itu, tawaran memperbesar atau memperpanjang penis tetap menarik perhatian banyak pria. Tapi, benarkah ukuran alat vital pria bisa diubah? "Secara medis, tidak bisa," kata Prof dr Kiagus M Arsyad SpAnd. Dengan fungsi hormon seks normal, tutur dia, perkembangan penis laki-laki berlangsung paling mentok hingga usia 17 tahun. Rata-rata ukuran penis pria Asia adalah 12 cm ketika ereksi. "Setelah usia 17 tahun, penis tidak lagi membesar atau memanjang," tegasnya. Kenyataannya, banyak pria berusaha membesarkan dan memperpanjang alat vitalnya dengan berbagai cara. Dalam pandangan Arsyad, itu merupakan akibat pengertian yang salah. Makin besar dan makin panjang penis dianggap makin jantan. "Anggapan begitu diperkuat oleh pengaruh internet dan beredarnya film-film biru," ucapnya. Tapi, lanjut Arsyad, ada juga yang berusaha memperbesar alat vital karena rasa tidak pede. Umumnya, kasus begitu dipicu pasangan yang mengaku tidak puas dan menganggap ukuran penis pasangannya kecil. Bagi sebagian besar pria, keluhan seperti itu bisa meluruhkan harga diri. Karena itu, mereka lantas menghalalkan segala cara untuk membesarkan alat vital dan kembali mendapatkan harga dirinya. "Itulah yang perlu diingat oleh para istri. Jangan sekali-sekali menghina ukuran penis di depan suami," sarannya. Dalam praktik, ada banyak cara dan bahan yang dipakai untuk memperbesar dan memanjangkan penis. Ada yang pakai silikon, gotri, aneka jenis minyak (kemiri atau bulus), hingga darah kobra. Pemakaiannya juga beragam. Ada yang diinjeksikan ke kulit penis, sekadar dioleskan, dijadikan minyak urut, hingga diminum. Pemakaian aneka bahan-bahan tersebut bisa jadi menggiurkan. Apalagi, penjual bahan-bahan itu biasanya memberikan embel-embel "bisa besar dan panjang dalam waktu singkat". Padahal, papar Arsyad, daripada efek positif yang mungkin muncul, manfaat yang didapatkan relatif kecil. "Kebanyakan, bahan-bahan tersebut tidak punya dasar medis yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebisanya, jangan coba-coba menggunakannya," ingat dia. Bahan yang diinjeksikan, misalnya, biasanya sulit dikeluarkan lagi. Sebab, setelah dimasukkan, bahan tersebut bisa menyatu dengan jaringan setempat dan memungkinkan peradangan lokal. Dengan cara itu, ukuran penis memang membesar. Tapi, membesarnya disebabkan oleh radang. Bentuk alat vital bisa jadi tak keruan karena hal tersebut. Kasus begitu sering dialami oleh pria yang menjalani suntik silikon. Setelah disuntik, penis yang mengeras memang terlihat "perkasa". Problemnya, keras akibat suntik silikon itu bersifat permanen. "Penis jadi kayak tongkat dan nggak bisa diapa-apain," ungkapnya. Bahan lain juga tak kalah berisiko. Minyak yang dioleskan, misalnya. Kandungan bahan dalam minyak oles bisa saja menimbulkan intoleransi pada kulit. Akibatnya, bisa muncul gatal-gatal hingga radang. Padahal, menurut Arsyad, daerah peka rangsangan wanita terletak pada sepertiga (sekitar 2-3 cm) bagian luar vagina. Jadi, untuk mencapai area itu, tidak diperlukan penis yang besar dan panjang. Penis dengan ukuran 6 cm pun, selama bisa memberikan rangsangan bagus, tetap bisa memberikan kepuasan saat berhubungan. "Penis yang terlalu panjang dan besar justru berisiko menyentuh area leher rahim (serviks, Red). Jika itu terjadi, bukan kenikmatan yang didapatkan, justru rasa nyeri," paparnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment